Selasa, 17 November 2015

Sejarah EYD

           Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.



          Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu (“Rumi” dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.



            Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dan “Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.


Revisi 1987




             Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.


Revisi 2009




            Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.


Perbedaan Dengan Ejaan Sebelumnya



Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:

“tj” menjadi “c” : tjutji → cuci
“dj” menjadi “j”: djarak → jarak
“j” menjadi “y” : sajang → sayang
“nj” menjadi “ny” : njamuk → nyamuk
“sj” menjadi “sy” : sjarat → syarat
“ch” menjadi “kh”: achir → akhir



Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:



Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.

Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
Awalan “di-” dan kata depan “di” dibedakan penulisannya. Kata depan “di” pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara “di-” pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:


Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.

Penulisan kata.
Penulisan tanda baca.
Penulisan singkatan dan akronim.
Penulisan angka dan lambang bilangan.
Penulisan unsur serapan.
Sebelumnya “oe” sudah menjadi “u” saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, “oe” sudah tidak digunakan.



PENGERTIAN DAN SEJARAH EYD



EYD adalah kaidah atau tata cara penggunaan bahasa Indonesia untuk keteraturan dan keseragaman bentuk terutama dalam bahasa penulisan.Keteraturan Bentuk akan memberi ketepatan dan memperjelas makna dari bahasa itu sendiri dalam penggunaannya.Ejaan Yang Disempurnakan adalah ejaan yang berlaku sejak tahun 1972,ejaan ini menggantikan ejaan yang sebelumnya digunakan oleh Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.Sekarang kita akan membahas tentang sejarah dari Ejaan Yang Disempurnakan, adapun sejarahnya adalah sebagai berikut.

Berdasarkan sejarah perkembangan ejaan,sudah mengalami perubahan system ejaan yaitu :
Ejaan Van Ophuysen
Ejaan Suwandi
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)



KEBIJAKAN BARU YANG TERDAPAT PADA EYD

Itu adalah sejarah perubahan system penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan,sekarang saya akan menjelaskan perubahan system tersebut.


Ejaan Ophuysen                   Ejaan Republik (Ejaan Suwandi)         EYD



(1901-1947)                        (1947-1972)                                        (16 Agustus 1972)



1. Choesoes                          1. Chusus                                               1. Khusus

2. Djoem’at                          2. Djum’at                                              2. Jumat
3. Ja’ni                                 3. Jakni                                                   3. Yakni
Dari perubahan system diatas,perubahan terakhirlah yang digunakan hingga saat ini yaitu Ejaan Yang Disempurnakan(EYD).Selain perubahan system penulisan EYD,ada juga ruang lingkup yang berkaitan dengan penulisan EYD,ruang lingkup tersebut meliputi lima aspek sebagai berikut :


1. Pemakaian huruf

2. Penulisan huruf
3. Penulisan kata
4. Penulisan unsur
5. Pemakaian tanda baca


Yang pertama ada pemakaian huruf,dalam EYD pemakaian huruf adalah bagaimana cara pemakaian huruf yang benar sesuai dengan kaidah atau tata cara dalam EYD,pemakaian huruf tersebut terbagi lagi menjadi 5 bagian diantaranya :

Huruf abjad
Huruf vokal
Huruf konsonan
Huruf diftong
Gabungan huruf konsonan


Selanjutnya ada penulisan huruf, disini penulisan huruf itu harus sesuai dengan EYD agar makna dari penulisan kata tersebut dapat atau mudah dimengerti bagi para pembaca,penulisan huruf tersebut terbagi lagi menjadi 2 jenis yaitu :



1. Penggunaan Huruf Kapital

Jabatan tidak diikuti nama orang
Huruf pertama nama bangsa
Nama geografi sebagai nama jenis
Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Penulisan kata depan dan kata sambung
2. Penulisan Huruf Miring



Penulisan Huruf Miring disini dibagi lagi menjadi beberapa sub, antara lain :

Penulisan nama buku, Contoh: Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing, Contoh: boat modeling, aeromodeling, motorsport.
Penulisan kata ilmiah, Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.


Selanjutnya ada penulisan kata adalah penulisan kata yang biasa kita gunakan pada kehidupan sehari–hari dan penulisan kata tersebut terbagi menjadi 9 jenis yaitu :



1. Kata dasar

2. Kata turunan ( Kata Berimbuhan )
3. Kata ulang
4. Gabungan kata
5. Kata depan/preposisi (di,ke,dari,dalam,kepada,pada)
6. Kata sandang ( si dan sang )
7. Partikel
8. Singkatan dan akronim
9. Angka dan lambang bilangan




PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA SEIRING ADANYA EYD (EJAAN YANG DISEMPURNAKAN)



Perkembangan bahasa Indonesia semakin pesat seiring perkembangan karya sastra dan revolusinya menjadi angkatan-angkatan sastra makin memperkaya bahasa Indonesia. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.



Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.



Kemudian makin dilengkapi melalui Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun bukuPedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas.



Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bahasa Indonesia dengan Ejaan Yang Disempurnakan masih digunakan sampai saat ini. Bila merunut sejak tahun 1901-1972 merupakan waktu yang panjang menyempurnakan Bahasa Indonesia menjadi EYD baku. Hingga 2009 seluruh masyarakat Indonesia menggunakannya dalam bahasa formal. Banyak budayawan dan penulis sastra juga menggunakannya dengan seksama.



Namun ada hal yang perlu diwaspadai apabila Bahasa Indonesia akan menjadi tidak berkembang apabila puas pada EYD. Bahasa Indonesia tidak boleh berhenti memperkaya dirinya dan menjadi bahasa mediocre (standart). Sudah saatnya mulai memperhatikan perkembangan bahasa yang digunakan oleh penggunanya baik dari segi umur, suku, profesi, dan kebutuhan akan tingginya penguasaan bahasa asing di masyarakat saat ini.



Penggunaan Bahasa Indonesia belum mampu menjadi sistem yang mampu menstimulus penggunanya meleburkan Bahasa Asing dan menguasainya dengan baik dari kedua bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi.



Penyempurnaan EYD harus segera kembali dilakukan karena telah ketinggalan oleh kemajuan bahasa yang digunakan di masyarakat saat ini dan tahun-tahun mendatang.  Dalam sebuah acara resmi dialog BEM dengan pihak KAMPUS di sebuah Universitas. Salah satu ketua BEM pada suatu universitas di Indonesia menyampaikan sambutannya, “Bro and Sist, sekalian saatny BEMoutstanding breaktrouhgt and must be always number one…”



Dengan adanya contoh seperti ini, Bahasa Indonesia tak bisa menafikkan bahwa penetrasi bahasa asing telah menyatukannya menjadi bahasa yang lugas bagi pendengarnya.  Hal ini bisa menimbulkan banyak pro dan kontra bertanya apakah apabila penetrasi Bahasa Asing masuk ke dalam Bahasa Indonesia akan menggerusnya menjadi hilang dan tak akan digunakan lagi oleh masyarakat.



Tampaknya ini pandangan yang terlalu pendek, padahal dalam menghadapi pergaulan dunia yang semakin terbuka seharusnya Bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa yang mampu diadaptasi oleh bahasa asing yang masuk. Maksudnya, bila Bahasa Inggris memiliki peranan dalam bahasa dunia maka ketika ia masuk Bahasa Indonesia mampu melebur. Dampak positifnya tentu saja penggunanya akan memahami lebih cepat dalam menguasai dua bahasa tersebut. Contoh yang paling berhasil adalah Negara tetangga kita Malaysia dengan bahasa melayu namun terkenal juga dengan bahasa inggris-melayu.



Dampak positif bagi masyarakatnya dapat berinteraksi dengan komunitas bahasa asing.  Mereka sudah tak canggung lagi dalam berkomunikasi karena telah terbiasa meleburkan antara bahasa sehari-harinya dengan bahasa asing yang mulai memasuki ruang lingkup dan mempengaruhi kehidupan serta lifestyle masyarakat indonesia saat ini



sumber:


https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Yang_Disempurnakan


bahasaindonesiapedia.blogspot.com/

http://www.gurupendidikan.com/1001-sejarah-ejaan-bahasa-indonesia-dan-perkembangannya-lengkap

1 komentar: