Pertama, racun liberalisme. Dalam kontes ini, siapa pun boleh mengekspresikan kreativitasnya dalam berpenampilan dan berpakaian sesuai dengan standar penilaian yang dituntut. Pada ajang ini tidak dikenal batasan halal dan haram. Sopan atau tidak sopan pun tidak ada definisi yang pasti.
Kedua, racun eksploitasi wanita. Disadari atau tidak sebenarnya para kontestan adalah korban eksploitasi perusahaan, yaitu tatkala mereka memperagakan produk-produknya dalam ajang perlombaan. Mereka digiring dan diarahkan untuk tampil menarik demi lakunya produk sponsor atau si pemasang iklan. Makin berani peserta dalam mengekspos keindahan tubuhnya dalam tampilan, maka makin banyak pebisnis yang tertarik dan makin materi yang akan masuk kantongnya.
Ketiga, krisis idola yang benar. Lewat ajang kontes ini akan bermunculan sosok-sosok yang menjadi idola, yaitu perempuan-perempuan yang tampil seksi dan cantik. Generasi muda pun akan latah meniru mereka. Orientasi anak-anak kita akan bergeser untuk menjadi selebritas, bukannya menjadi ilmuwan, cendekiawan, ulama dan sebagainya. Kiblat mereka seputar materi, syahwat dan birahi, dan itulah iklan syetan untuk menyesatkan anak Adam.
Keempat, pintu kemaksiatan. Naiknya tingkat perkosaan dan pelecehan seksual ada kaitannya dengan maraknya pornografi dan porno aksi di tengah masyarakat. Dan salah satu pergelaran kepornoan yang banyak ditonton khalayak ramai adalah ajang Miss World. Karena disiarkan di lebih dari 130 negara dan diekspos di ratusan media massa di penjuru dunia.
Kelima, penodaan citra Indonesia. Negara yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia akan menjadi tujuan empuk untuk meliberalkan kaum muslim dunia. Indonesia sebagai negeri muslim terbesar dicatut untuk melegalkan sahnya kontes kecantikan tersebut. Dan bukan mustahil, hal itu akan menjadi alasan Negara muslim lain untuk melegalkan acara tersebut di wilayah mereka. Kalau itu yang terjadi, Indonesia akan menjadi ikon ajang kontes maksiat.
Menurut saya tidak ada manfaatnya
0 komentar:
Posting Komentar